JAKARTA - Jenis-jenis pajak merupakan sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk pembangunan dan berbagai kegiatan negara.
Setiap negara membutuhkan pemasukan yang signifikan untuk menunjang kegiatan pembangunan dan keberlanjutan ekonomi.
Salah satu sumber utama pemasukan tersebut adalah pajak, meskipun negara juga memperoleh pendapatan dari retribusi, sumbangan masyarakat, pinjaman, dan keuntungan dari perusahaan negara.
Tanpa sistem perpajakan yang efektif, pembangunan berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain-lain, akan sulit terwujud. Selain itu, kegiatan sosial, budaya, dan olahraga juga dapat terhambat.
Pajak yang terkumpul tidak hanya mendukung pembangunan fisik negara, tetapi juga memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat melalui pelayanan publik yang disediakan pemerintah.
Kondisi ini mendukung pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kelancaran pemasukan negara. Sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kita seharusnya membayar pajak tepat waktu untuk mendukung tujuan tersebut.
Sebagai langkah awal, pembayaran pajak untuk properti, seperti rumah, termasuk dalam jenis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Setelah itu, kita juga perlu memenuhi kewajiban membayar pajak-pajak lainnya.
Di Indonesia, terdapat berbagai jenis-jenis pajak yang harus diketahui oleh setiap warga negara.
Jenis-jenis Pajak
Setelah memahami pentingnya pajak bagi kemajuan dan pertumbuhan negara, khususnya Indonesia, hal selanjutnya yang perlu diketahui adalah jenis-jenis pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Di Indonesia, pajak dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu berdasarkan lembaga pemungutannya, sifatnya, dan objek atau sasaran yang dikenakan pajak. Berikut penjelasan mengenai penggolongan pajak tersebut:
Jenis Pajak Berdasarkan Lembaga Pemungut
Di Indonesia, terdapat lima jenis pajak yang perlu dipahami dan dibayarkan oleh masyarakat, di antaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), Bea Materai, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
a. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan pada penghasilan yang diterima dalam setahun oleh individu atau badan.
Penghasilan yang dimaksud adalah kemampuan ekonomis yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau meningkatkan kekayaan, yang bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Penghasilan ini dapat berupa keuntungan dari usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan sejenisnya. Subjek Pajak Penghasilan terbagi menjadi dua kelompok, yakni subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek Pajak Dalam Negeri meliputi:
- Individu yang tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
- Badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
- Warisan yang belum terbagi dan menggantikan hak yang berhak.
Subjek Pajak Luar Negeri mencakup:
- Individu yang tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan.
- Badan yang tidak didirikan di Indonesia tetapi menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia melalui Badan Usaha Tetap (BUT).
- Individu yang tidak tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
- Badan yang tidak didirikan di Indonesia tetapi menerima penghasilan dari Indonesia yang tidak berasal dari usaha atau kegiatan melalui BUT.
Secara umum, subjek pajak dalam negeri adalah mereka yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun, sedangkan subjek pajak luar negeri adalah mereka yang tinggal kurang dari 183 hari dalam periode yang sama.
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan atas beberapa objek pajak seperti:
- Bunga deposito dan tabungan.
- Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas di bursa efek.
- Penghasilan dari penjualan tanah atau bangunan.
- Penghasilan lainnya yang dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan pemerintah.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sering ditemukan dalam transaksi sehari-hari, seperti saat berbelanja atau makan di restoran. Namun, tidak banyak orang yang memahami sepenuhnya tentang pajak ini.
PPN adalah pajak yang dikenakan atas pembelian barang kena pajak atau penggunaan jasa kena pajak di wilayah Indonesia.
Setiap pembelian barang atau penggunaan jasa yang dikenakan pajak ini akan dikenai PPN, baik oleh perorangan, badan usaha, pemerintah, dan lainnya.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Barang-barang mewah yang dimiliki oleh individu dengan penghasilan tinggi akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Kategori barang mewah ini dapat dikenali melalui beberapa ciri, antara lain:
- Barang tersebut hanya dimiliki oleh orang yang berpenghasilan tinggi.
- Barang tersebut digunakan untuk menunjang status sosial pemiliknya.
- Barang tersebut bukanlah bagian dari kebutuhan pokok.
- Penggunaan barang tersebut dapat merusak kesehatan, moral masyarakat, dan mengganggu ketertiban umum.
d. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dikenakan pada mereka yang memiliki atau memanfaatkan tanah dan bangunan.
Awalnya, PBB merupakan pajak pusat, tetapi sejak 1 Januari 2014, PBB untuk sektor pedesaan dan perkotaan telah menjadi pajak daerah.
PBB sendiri adalah pajak objektif yang dikenakan pada tanah dan bangunan, dengan wajib pajak adalah individu atau badan yang secara nyata memperoleh manfaat dari tanah atau bangunan tersebut.
Beberapa pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah meliputi:
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Kendaraan Bermotor
- Pajak Rokok
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Parkir
e. Bea Materai
Bea Materai adalah pajak yang dikenakan untuk pembuatan dokumen tertentu seperti akta notaris, surat perjanjian, dan kwitansi pembayaran. Dokumen yang membutuhkan materai ini dicetak oleh pemerintah.
Terkadang, dokumen yang awalnya tidak memerlukan materai, seperti dokumen yang digunakan dalam proses pengadilan, menjadi wajib menggunakan materai.
f. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan pada transaksi atau penerimaan hak atas tanah atau bangunan.
Meskipun BPHTB pada dasarnya dikelola oleh pemerintah pusat, pelaksanaannya sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
Penerimaan hak atas tanah atau bangunan dapat terjadi melalui transaksi jual beli, hibah, waris, atau prosedur legal lainnya. Subjek pajak BPHTB adalah individu atau badan yang menerima hak atas tanah atau bangunan tersebut.
Jenis Pajak Berdasarkan Sifatnya
Jika dilihat dari sifatnya, pajak terbagi menjadi dua kategori, yaitu Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung.
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah jenis pajak yang beban pajaknya harus ditanggung oleh wajib pajak itu sendiri dan tidak bisa dialihkan kepada pihak lain, seperti Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain, contohnya adalah PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pada pajak tidak langsung, beban pajak dapat dipindahkan dari penjual ke pembeli (dikenal dengan perpindahan ke depan), atau dari pembeli ke penjual (dikenal dengan perpindahan ke belakang).
Jenis Pajak Berdasarkan Sasaran atau Objeknya
Pajak juga dapat dibedakan berdasarkan objek atau sasaran yang dikenakan pajak, yaitu Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.
a. Pajak Subjektif
Pajak Subjektif memperhatikan kondisi atau keadaan wajib pajak dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayar.
Konsep ini memerlukan analisis terhadap kemampuan wajib pajak dalam memikul pajak, dengan memperhitungkan biaya hidup minimum yang diperlukan.
Dalam Pajak Subjektif terdapat dua unsur: unsur subjektif yang mencakup kebutuhan material, moral, dan spiritual, serta unsur objektif yang meliputi penghasilan, kekayaan, dan pengeluaran.
b. Pajak Objektif
Pajak Objektif lebih menitikberatkan pada objek yang dikenakan pajak, tanpa terlalu memperhatikan kondisi wajib pajak.
Pajak ini dikenakan pada objek tertentu, tanpa melihat apakah wajib pajak mampu atau tidak untuk membayar. Contoh dari Pajak Objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sistem Pengambilan atau Pemungutan Pajak
Pentingnya adanya sistem dalam perpajakan adalah untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi baik pemungut maupun pembayar pajak dalam melakukan kewajiban mereka. Sistem pemungutan pajak terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada petugas pajak untuk menentukan besaran pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Namun, sistem ini tidak lagi berlaku sejak reformasi perpajakan pada tahun 1984. Salah satu contoh pajak yang menggunakan sistem ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Ciri-ciri sistem ini adalah: (1) petugas pajak yang menghitung pajak terhutang, (2) Wajib Pajak bersifat pasif, dan (3) Wajib Pajak baru mengetahui kewajiban pajaknya setelah menerima surat ketetapan pajak.
Self Assessment System
Pada sistem ini, Wajib Pajak diberi kebebasan untuk menghitung, melaporkan, dan membayar pajaknya sendiri. Pajak Penghasilan (PPh) adalah salah satu contoh pajak yang menggunakan sistem Self Assessment.
Ciri-ciri sistem ini adalah: (1) Wajib Pajak menghitung pajak yang terutang sendiri, (2) Wajib Pajak bersifat aktif dalam melaporkan dan membayar pajak, dan (3) Pemerintah atau petugas pajak tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak secara rutin, kecuali jika ada keterlambatan atau pajak yang belum dibayar.
Withholding System
Dalam sistem pemungutan pajak ini, pihak ketiga (selain petugas pajak dan Wajib Pajak) diberi kewenangan untuk memotong dan memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri sistem ini adalah: (1) petugas pajak dan Wajib Pajak tidak aktif dalam menghitung pajak, karena pihak ketiga (misalnya perusahaan) yang menghitung besaran pajak yang terutang.
Semiself Assessment System
Sistem ini memberikan kewenangan kepada kedua belah pihak, yakni Wajib Pajak dan petugas pajak, untuk menentukan besaran pajak yang terutang.
Ciri-ciri sistem ini adalah: (1) Wajib Pajak dan petugas pajak bersama-sama menghitung besaran pajak, dan (2) keduanya bersifat aktif dalam proses ini.
Di Indonesia, sistem yang sering digunakan adalah Self Assessment System dan Withholding System.
Meskipun Wajib Pajak sudah melakukan pembayaran pajak, pemeriksaan oleh petugas pajak masih bisa dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pembayaran pajak.
Sebagai penutup, memahami jenis-jenis pajak sangat penting agar kita dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar dan mendukung pembangunan negara secara optimal.