JAKARTA - Mulai 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan pajak hiburan sebesar 10 persen pada sejumlah aktivitas olahraga yang menggunakan fasilitas komersial. Pajak ini dikenakan sebagai bagian dari skema Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) di sektor jasa kesenian dan hiburan. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan daerah sekaligus mengatur penyelenggaraan layanan olahraga secara profesional dan berkelanjutan.
Masyarakat kini harus memahami bahwa tidak hanya olahraga populer seperti padel, tetapi berbagai cabang olahraga dan fasilitas kebugaran lainnya juga masuk dalam objek pajak. Kebijakan ini tentu berdampak pada pengelola fasilitas dan konsumen yang memanfaatkan layanan tersebut.
Dasar Hukum dan Mekanisme Pengenaan Pajak
Ketua Satuan Pelaksana Penyuluhan Pusat Data dan Informasi Pendapatan (Pusdatin) Bapenda DKI Jakarta, Andri M. Rijal, menegaskan bahwa pajak ini diberlakukan berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025, yang merupakan perubahan kedua dari keputusan sebelumnya.
"Pajak dikenakan atas penyediaan jasa hiburan kepada konsumen, termasuk penggunaan sarana dan prasarana olahraga yang dikomersialkan, baik melalui biaya masuk, sewa tempat, atau bentuk pembayaran lain," jelas Andri.
Pengenaan pajak ini berarti setiap kali masyarakat menggunakan fasilitas olahraga yang berbayar misalnya sewa lapangan atau ikut kelas kebugaran—akan dikenakan biaya tambahan sebesar 10 persen dari harga layanan.
Jenis Olahraga yang Terkena Pajak Hiburan
Tidak hanya padel, daftar olahraga yang terkena pajak hiburan cukup luas. Berikut rincian jenis olahraga dan fasilitas yang masuk dalam objek PBJT sektor hiburan di Jakarta:
Tempat kebugaran seperti fitness center, yoga, pilates, zumba
Lapangan futsal, sepak bola mini, tenis, bulu tangkis, basket, voli, tenis meja, squash, panahan, bisbol/sofbol, tembak
Kolam renang
Tempat bowling dan biliar
Tempat panjat tebing, ice skating, dan berkuda
Sasana tinju dan beladiri
Tempat atletik/lari
Jetski
Lapangan padel
Dengan daftar yang luas ini, hampir semua jenis olahraga berbayar yang menggunakan fasilitas khusus komersial kini termasuk dalam cakupan pajak hiburan.
Dampak Pajak Hiburan bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha
Bagi masyarakat yang aktif berolahraga di fasilitas komersial, pajak ini menjadi tambahan biaya yang harus diperhitungkan dalam anggaran. Sementara bagi pengelola fasilitas, penerapan pajak ini menuntut penyesuaian harga layanan dan administrasi pajak yang lebih ketat.
Meski pajak 10 persen bisa terasa memberatkan, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas pengelolaan tempat olahraga. Dengan pendapatan daerah yang lebih optimal, fasilitas olahraga berpotensi memperoleh dana yang bisa dipakai untuk pengembangan sarana dan infrastruktur.
Mengapa Olahraga Termasuk dalam Pajak Hiburan?
Olahraga yang menggunakan sarana dan prasarana secara komersial dianggap sebagai jasa hiburan karena menyediakan layanan rekreasi dan aktivitas yang memberikan pengalaman hiburan bagi penggunanya. Pajak hiburan pada dasarnya ditujukan untuk sektor jasa yang menghasilkan hiburan atau rekreasi.
Pemerintah DKI melihat potensi besar dari sektor ini sebagai sumber penerimaan pajak baru. Hal ini juga menjadi langkah untuk menyelaraskan pengenaan pajak antar sektor hiburan, agar lebih adil dan merata.
Menyesuaikan Diri dengan Kebijakan Baru
Dengan diterapkannya pajak hiburan 10 persen untuk berbagai olahraga di Jakarta, masyarakat dan pelaku usaha perlu beradaptasi. Pengguna fasilitas olahraga harus mempertimbangkan biaya tambahan dalam perencanaan kegiatan mereka, sementara pengelola tempat olahraga perlu memastikan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan.
Meski membawa perubahan, kebijakan ini membuka peluang agar sektor olahraga di Jakarta dikelola dengan lebih profesional dan berkelanjutan, demi kenyamanan dan keamanan pengguna di masa depan.