JAKARTA - Membeli rumah dengan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi pilihan banyak orang untuk mewujudkan rumah impian. Namun, berhati-hati agar cicilan yang dibayarkan bertahun-tahun tidak hanya habis untuk bunga. Kasus yang dialami aktris Andhara Early baru-baru ini bisa menjadi pelajaran berharga. Selama delapan tahun mencicil, ia baru menyadari sebagian besar pembayaran hanya untuk bunga, sedangkan pokok pinjaman hampir tidak berkurang.
Rahmat Setiawan, Guru Besar Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, menegaskan bahwa kondisi seperti ini umum terjadi dalam skema KPR di Indonesia. Fenomena ini disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan masyarakat dan minimnya transparansi bank terkait perhitungan bunga.
Kenapa Bunga Mendominasi di Awal Cicilan?
Setiap cicilan KPR terdiri dari dua komponen utama: bunga dan pokok pinjaman. Di awal masa kredit, porsi bunga jauh lebih besar karena dihitung dari sisa pokok utang yang masih tinggi.
“Misalnya ambil KPR Rp400 juta dengan bunga 12% per tahun dan cicilan Rp5 juta per bulan, di awal masa kredit Rp4 juta adalah bunga dan hanya Rp1 juta yang membayar pokok,” jelas Rahmat.
Seiring waktu, porsi bunga akan berkurang sedikit demi sedikit. Namun, untuk tenor panjang, misalnya 20 tahun, periode di mana bunga mendominasi berlangsung cukup lama. Akibatnya, total bunga yang dibayar bisa jauh lebih besar daripada pokok pinjaman.
Skema Bunga dalam KPR
Rahmat menjelaskan ada tiga skema bunga yang umum digunakan bank:
Flat: bunga dihitung dari pokok awal, cicilan bulanan tetap.
Anuitas: cicilan tetap, tapi di awal lebih banyak bunga, di akhir lebih banyak pokok.
Efektif: bunga dihitung dari sisa pokok, cicilan menurun seiring waktu.
Di Indonesia, skema anuitas paling sering dipakai karena cicilannya terasa stabil. Namun, konsekuensinya, di awal masa kredit porsi bunga lebih besar, sementara pokok baru signifikan di tahun-tahun akhir.
Menentukan Tenor Sesuai Kemampuan
Rahmat menekankan pentingnya menyesuaikan tenor KPR dengan kemampuan finansial. Tiga faktor utama yang perlu dipertimbangkan adalah:
Penghasilan bulanan
Harga rumah
Besarnya uang muka
Patokan umum, maksimal sepertiga penghasilan bulanan digunakan untuk cicilan. Misalnya, jika penghasilan Rp27 juta per bulan, cicilan maksimal Rp9 juta per bulan. Dari angka ini, calon debitur bisa menentukan harga rumah yang sesuai kemampuan.
Selain itu, perlu diperhatikan biaya tambahan seperti administrasi, denda keterlambatan, dan bunga setelah masa promo selesai. Semua ini akan memengaruhi total biaya yang dibayar hingga akhir tenor.
Cara Mengurangi Beban Bunga
Ada dua strategi yang bisa dilakukan jika memiliki dana lebih di tengah jalan:
Pelunasan sebagian: mengurangi pokok utang sehingga bunga ikut turun.
Memperbesar pembayaran pokok: mempercepat pelunasan dan mengurangi total bunga.
Kedua strategi ini dapat menghemat biaya bunga sekaligus memperpendek masa kredit. Namun, pastikan dulu ketentuan bank terkait denda atau penalti pelunasan.
Restrukturisasi Saat Keuangan Terganggu
Jika kondisi keuangan terganggu, restrukturisasi atau memperpanjang tenor bisa menjadi solusi. Langkah ini lebih aman dibanding berhenti membayar cicilan, yang berisiko menyebabkan rumah dilelang. Setelah kondisi membaik, segera lakukan pelunasan sebagian atau penuh agar bunga tidak semakin membengkak.
Kesalahan Umum yang Harus Dihindari
Beberapa kesalahan yang sering dilakukan nasabah KPR menurut Rahmat:
Memilih cicilan rendah dengan tenor panjang.
Tidak membandingkan penawaran antarbank.
Kurang memahami detail bunga, biaya, dan aturan pelunasan.
“Semakin rendah cicilan dan semakin lama tenor, semakin besar bunga yang harus dibayar,” tegas Rahmat.
Calon debitur perlu aktif mencari informasi. Mintalah simulasi dari beberapa bank, bandingkan kelebihan dan kekurangannya, dan pahami detail akad sebelum menandatangani. Dengan pengetahuan cukup, masyarakat bisa lebih bijak memilih KPR dan terhindar dari kejutan cicilan yang hanya habis untuk membayar bunga.