DOKTER

Dokter Ungkap Transplantasi Ginjal Ideal Tak Harus Lama Dialisis

Dokter Ungkap Transplantasi Ginjal Ideal Tak Harus Lama Dialisis
Dokter Ungkap Transplantasi Ginjal Ideal Tak Harus Lama Dialisis

JAKARTA - Banyak pasien gagal ginjal kronik beranggapan bahwa transplantasi ginjal hanya bisa dilakukan setelah bertahun-tahun menjalani cuci darah. Padahal, menurut para ahli, pemikiran ini keliru. Dalam diskusi medis di Jakarta baru-baru ini, Dr. dr. Maruhum Bonar Hasiholan Marbun, Sp.PD-KGH, menjelaskan bahwa transplantasi seharusnya tidak harus menunggu pasien terlalu lama menjalani dialisis atau cuci darah terlebih dahulu.

Sebagai dokter spesialis penyakit dalam subspesialis ginjal hipertensi dan Ketua Indonesian Transplantation Society (Inats), dr. Maruhum menegaskan bahwa setiap pasien gagal ginjal tahap akhir sudah termasuk kandidat transplantasi, bahkan jika baru memulai cuci darah.

“Soalnya ini kadang-kadang suka jadi perdebatannya. Kalau orang sudah cuci darah 10 tahun itu baru kita melakukan transplantasi. Sebenarnya salah itu,” tegasnya.

Transplantasi Tidak Perlu Menunggu Bertahun-tahun Cuci Darah

Selama ini, publik sering salah kaprah soal tahapan menuju transplantasi ginjal. Banyak yang menganggap bahwa seseorang baru bisa menjadi penerima transplantasi jika sudah lama menjalani cuci darah. Namun, menurut dr. Maruhum, hal ini justru berisiko tinggi.

“Jadi setiap pasien gagal ginjal tahap akhir, dia sudah menjadi kandidat untuk dilakukan transplantasi,” ujarnya.

Pendekatan ini sangat penting mengingat semakin lama pasien menjalani dialisis, risiko komplikasi metabolik dan medis akan meningkat. Hal ini justru akan menyulitkan proses transplantasi ke depannya.

Transplantasi Ginjal Pre-emptif: Solusi Lebih Awal

Tak hanya transplantasi setelah cuci darah, ada juga pendekatan pre-emptif atau transplantasi ginjal sebelum pasien memulai dialisis. Model ini ditujukan bagi pasien yang telah divonis mengalami gagal ginjal tahap akhir, tetapi belum menjalani cuci darah sama sekali.

Transplantasi pre-emptif dinilai memberikan hasil jangka panjang yang lebih baik, baik secara medis maupun psikologis. Pasien tidak perlu mengalami kelelahan fisik dan tekanan mental akibat rutinitas cuci darah yang bisa berlangsung seumur hidup.

Dampak Buruk Jika Terlambat Transplantasi

Keterlambatan memulai proses transplantasi bisa berdampak serius pada kondisi pasien. Menurut dr. Maruhum, semakin lama seseorang menjalani dialisis, maka komplikasi yang muncul akan semakin kompleks.

“Jadi makin sulit untuk dilakukan transplantasi. Yang sering itu adalah kita mendapatkan pasien terlambat datang ke kita untuk mempersiapkan transplantasi ginjal,” katanya.

Pasien yang sudah terlalu lama menjalani dialisis bisa mengalami gangguan pada jantung, pembuluh darah, sistem metabolik, dan organ lainnya. Akibatnya, saat akhirnya dilakukan transplantasi, peluang kesuksesannya bisa menurun.

Dialisis Bukan Tujuan, Hanya Terapi Sementara

Dialisis atau cuci darah memang menjadi terapi pengganti ginjal yang penting, tetapi sifatnya sementara. Menurut dr. Maruhum, dialisis seharusnya bukan menjadi tujuan akhir, melainkan bagian dari proses menuju transplantasi.

Banyak pasien dan bahkan tenaga medis masih menganggap bahwa dialisis bisa menjadi terapi jangka panjang. Namun, kenyataannya, dialisis tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi ginjal secara alami, dan bila dilakukan dalam waktu lama, akan berdampak pada kualitas hidup pasien.

Segera Periksakan Gangguan Ginjal

Lebih lanjut, dr. Maruhum menekankan pentingnya deteksi dini terhadap gangguan fungsi ginjal. Semakin cepat diketahui, semakin besar kemungkinan pasien mendapatkan penanganan optimal, termasuk transplantasi jika memang dibutuhkan.

“Setiap orang yang mengalami gangguan pada fungsi ginjal harus segera memeriksakan diri ke rumah sakit, supaya dokter dapat mengevaluasi apakah kondisinya sudah termasuk gagal ginjal atau belum,” sarannya.

Dengan demikian, proses transplantasi bisa direncanakan sejak awal, tanpa menunggu komplikasi dari terapi cuci darah jangka panjang muncul terlebih dahulu.

Transplantasi untuk Harapan Hidup Lebih Panjang

Tak bisa dipungkiri, transplantasi ginjal merupakan pilihan terbaik bagi pasien gagal ginjal kronik. Selain memberikan peluang hidup yang lebih panjang, prosedur ini juga bisa secara signifikan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Dengan transplantasi, pasien tidak perlu lagi menjalani rutinitas cuci darah yang melelahkan dan membatasi aktivitas sehari-hari. Selain itu, beban finansial dalam jangka panjang juga bisa berkurang.

“Transplantasi juga diharapkan dapat meminimalisasi perawatan jangka panjang yang harus ditanggung pasien dan keluarga, serta meningkatkan angka harapan dan kualitas hidup mereka,” ujar dr. Maruhum.

Tantangan: Edukasi dan Akses Transplantasi

Meskipun transplantasi ginjal terbukti lebih efektif, tantangan di lapangan masih besar. Edukasi kepada masyarakat masih belum merata, dan pemahaman soal urgensi transplantasi sering kali datang terlambat. Selain itu, akses terhadap fasilitas transplantasi juga belum tersebar merata di seluruh Indonesia.

Dr. Maruhum berharap lebih banyak sosialisasi dilakukan, baik kepada masyarakat umum maupun tenaga medis. Dengan pemahaman yang tepat, pasien bisa lebih cepat dirujuk untuk evaluasi transplantasi sebelum kondisi ginjal memburuk.

Pemahaman baru yang disampaikan oleh dr. Maruhum membawa angin segar bagi pasien gagal ginjal kronik. Bahwa transplantasi tidak harus menunggu cuci darah selama bertahun-tahun, dan bahkan bisa dilakukan secara pre-emptif, adalah informasi yang perlu diketahui secara luas.

Deteksi dini, pendekatan tepat, dan keputusan cepat adalah kunci untuk memberikan peluang hidup lebih baik bagi pasien. Dengan meningkatnya edukasi dan dukungan fasilitas kesehatan, harapannya transplantasi ginjal bisa menjadi pilihan utama dalam penanganan gagal ginjal kronik di Indonesia.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index