DOKTER

Dokter Peringatkan Risiko Konsumsi Antibiotik Bebas untuk ISK

Dokter Peringatkan Risiko Konsumsi Antibiotik Bebas untuk ISK
Dokter Peringatkan Risiko Konsumsi Antibiotik Bebas untuk ISK

JAKARTA - Infeksi saluran kemih (ISK) sering dianggap sebagai penyakit ringan yang bisa ditangani sendiri. Padahal, jika tidak ditangani secara tepat, penyakit ini bisa menimbulkan komplikasi serius. Lebih parahnya lagi, kebiasaan mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter untuk menangani ISK justru bisa memperburuk kondisi dan memicu masalah kesehatan yang fatal.

Dr. Santi, Health Management Specialist di Corporate HR Kompas Gramedia, mengingatkan bahwa penggunaan antibiotik tanpa pengawasan medis tidak bisa dianggap sepele. “Komplikasi ISK mencakup kerusakan ginjal, sepsis, jaringan parut di sepanjang saluran kemih, dan sebagainya, bahkan pada kasus parah bisa menyebabkan kematian,” ujar Santi.

Kisah Tragis Ricard Siagian dan Bahaya Antibiotik Bebas

Peringatan ini diperkuat dengan kisah nyata Ricard Siagian, seorang diaspora Indonesia yang tinggal di Philadelphia dan berprofesi sebagai seniman tato. Ricard menderita ISK pada tahun 2015 dan meninggal dunia setahun kemudian. Dalam channel YouTube miliknya, Ricard sempat membagikan kisah perjuangannya melawan penyakit yang terus menggerogoti tubuhnya.

Perhatian publik terhadap kisahnya kembali mencuat setelah YouTuber Ray William Johnson mengangkat cerita Ricard dalam videonya pada Juni 2025. Video ini menjadi viral di TikTok, dengan lebih dari dua juta penonton dari kalangan netizen Indonesia.

Masalah kesehatan Ricard memburuk karena ia tidak memiliki asuransi kesehatan. Ia memutuskan mengonsumsi antibiotik milik atasannya yang sebelumnya memiliki riwayat ISK. Kondisinya sempat membaik, namun hanya untuk sesaat. Tiga hari kemudian, ia mengalami gejala serius seperti tubuh gemetar, nyeri tulang belakang, dan kelemahan luar biasa.

Tak menyerah, Ricard kembali mengonsumsi antibiotik yang kali ini diperoleh dari saudara perempuannya yang bekerja sebagai perawat. Tapi bukannya sembuh, Ricard justru mengalami kerusakan ginjal, nyeri otot parah, dan tinnitus (denging di telinga). Kondisinya terus memburuk hingga ia mengalami insomnia kronis hanya bisa tidur 2 jam setiap malam yang berlangsung hingga akhir hayatnya pada 2016.

Risiko Medis Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep

Menurut Dr. Santi, tindakan Ricard adalah contoh nyata bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep dokter. "Memperburuk infeksi, jika jenis antibiotik tidak sesuai dengan bakteri penyebab ISK," katanya.

Selain memperparah infeksi, ada risiko lain yang tak kalah serius, yaitu alergi terhadap antibiotik. Seseorang yang alergi terhadap satu jenis antibiotik seringkali juga harus menghindari golongan antibiotik lain yang berkaitan. Efek alergi bisa ringan hingga fatal jika tidak ditangani segera.

Resistensi Antibiotik: Bahaya untuk Diri dan Orang Lain

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dosis, tidak tepat waktu, atau tidak dihabiskan sesuai anjuran dokter dapat menyebabkan resistensi antibiotik yaitu kondisi ketika bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik.

“Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan indikasi, dosis, dan cara minum obat, semakin lama akan memicu timbulnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Ingat yang mengalami resistensi adalah bakterinya,” tegas Dr. Santi.

Resistensi ini tidak hanya berbahaya bagi individu, tetapi juga masyarakat secara luas. Bakteri yang sudah resisten bisa menular ke orang lain, menciptakan krisis kesehatan masyarakat. “Resistensi bisa timbul ketika antibiotik yang seharusnya dihabiskan oleh satu orang kemudian dibagi untuk dua orang. Dalam tubuh kedua orang tersebut bisa terbentuk berbagai bakteri yang kebal terhadap antibiotik alias bakteri resisten,” tambahnya.

Efek Samping dan Dampak Psikologis

Antibiotik juga bisa menimbulkan efek samping seperti mual, muntah, diare, sakit kepala, dan pusing. Kondisi ini bisa memperburuk kualitas hidup pasien, apalagi jika penyakit dasarnya tidak membaik.

Pada kasus Ricard, insomnia kronis menjadi salah satu akibat serius yang dipicu oleh kondisi fisik dan tekanan mental akibat penyakitnya. “Insomnia kronis secara tidak langsung bisa menyebabkan kematian dengan memicu berbagai penyakit dan/atau memperburuk penyakit yang telah diderita,” jelas Dr. Santi.

Ketika pasien menderita penyakit kronis seperti ISK dan juga mengalami gangguan tidur, maka terjadi apa yang disebut “lingkaran setan.” “Hal ini akan membuat insomnia bertambah parah baik akibat keluhan-keluhan penyakit yang timbul maupun akibat tekanan mental karena penyakit. Ini akan menjadi lingkaran setan yang semakin menarik penderita ke kematian,” ungkapnya.

Penanganan ISK Harus Individual dan Sesuai Diagnosis

Dr. Santi menekankan pentingnya penanganan ISK secara medis dan personal. “Setiap orang dengan keluhan yang sama, tidak selalu akan mendapatkan pengobatan yang sama. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek pengobatan yang maksimal dan menghindari efek yang tidak diinginkan,” katanya.

Ia juga mencontohkan bahwa beberapa antibiotik bersifat asam, sehingga tidak cocok bagi pasien yang memiliki riwayat penyakit lambung. Ini membuktikan bahwa pemilihan antibiotik tidak bisa dilakukan sembarangan.

Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter bukan solusi cepat, tetapi justru membuka risiko baru yang membahayakan. Infeksi saluran kemih, meski tampak sepele, bisa berujung fatal jika tidak ditangani dengan tepat. Maka, segera konsultasikan ke dokter jika mengalami gejala ISK, dan hindari penggunaan antibiotik tanpa pengawasan medis.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index