BANK INDONESIA

Optimisme Bank Indonesia Terhadap Kurs Rupiah 2026 Lebih Tangguh

Optimisme Bank Indonesia Terhadap Kurs Rupiah 2026 Lebih Tangguh
Optimisme Bank Indonesia Terhadap Kurs Rupiah 2026 Lebih Tangguh

JAKARTA - Bank Indonesia menegaskan kesiapan memperkuat intervensi di pasar keuangan sebagai upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah menjelang tahun 2026. Langkah ini menjadi penting mengingat tekanan eksternal yang masih tinggi dan ketidakpastian di pasar global. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa otoritas moneter bakal mengoptimalkan berbagai instrumen intervensi, baik di pasar valas domestik maupun di luar negeri (offshore). Hal ini bertujuan untuk memberikan penopang yang kuat terhadap nilai tukar rupiah yang saat ini menjadi perhatian banyak pihak.

“Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, baik melalui intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) maupun di domestic NDF,” ungkap Perry dalam rapat bersama Komisi XI DPR pekan lalu. Pernyataan ini menunjukkan bahwa BI tidak hanya bergerak secara reaktif, melainkan juga secara proaktif melakukan intervensi melalui berbagai kanal agar nilai tukar rupiah tetap berada dalam jalur yang sehat dan stabil.

Kunci dari optimisme BI dalam menjaga nilai tukar rupiah ini adalah fundamental ekonomi Indonesia yang masih cukup kuat dan solid. Perry menekankan beberapa aspek utama yang menjadi penopang, seperti prospek pertumbuhan ekonomi yang positif, inflasi yang masih terkendali, serta imbal hasil investasi yang menarik, khususnya di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Faktor-faktor ini diproyeksikan mampu mendukung masuknya modal asing ke Indonesia, sehingga memberikan tekanan positif pada nilai tukar rupiah.

“Secara keseluruhan kami memperkirakan nilai tukar ke depan, tahun 2026, rata-rata dalam kisaran Rp16.000 sampai Rp16.500 per dolar AS,” ujar Perry. Proyeksi ini menunjukkan sikap optimis Bank Indonesia terhadap kondisi nilai tukar di masa depan, yang lebih baik dibandingkan dengan target yang ditetapkan pemerintah.

Sebagai perbandingan, target kurs rupiah yang disampaikan oleh Kementerian Keuangan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, menempatkan kurs dalam kisaran Rp16.500 hingga Rp16.900 per dolar AS. Artinya, pandangan BI jauh lebih optimistis dan menegaskan keyakinan pada kekuatan ekonomi dalam negeri yang dapat menghadapi tantangan global.

Selain menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Perry juga menegaskan bahwa fokus utama BI adalah mengendalikan inflasi, terutama inflasi inti yang dianggap sebagai indikator penting stabilitas harga. Target inflasi yang ditetapkan oleh BI adalah antara 1,5% hingga 3,5%, angka ini sejalan dengan target inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Upaya pengendalian inflasi ini menjadi krusial agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan pertumbuhan ekonomi nasional dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Sinergi antara Bank Indonesia dan pemerintah menjadi faktor kunci dalam memastikan stabilitas makroekonomi tetap terjaga, sekaligus mengawal laju pertumbuhan ekonomi di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Perry menyatakan bahwa kolaborasi erat ini akan menjadi modal penting dalam menghadapi ketidakpastian dan menjaga momentum ekonomi yang sudah mulai membaik.

Langkah-langkah intervensi yang dilakukan Bank Indonesia bukan sekadar menjaga nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, melainkan juga bertujuan menciptakan iklim keuangan yang stabil dan kondusif bagi investasi serta pertumbuhan ekonomi secara umum. Dengan menjaga nilai tukar dan inflasi tetap terkendali, BI berharap sektor riil bisa tumbuh lebih optimal dan mendukung pencapaian target pembangunan nasional.

Dalam konteks pasar valas, intervensi di pasar offshore non-delivery forward (NDF) menjadi salah satu instrumen yang efektif untuk mengantisipasi gejolak eksternal yang bisa memengaruhi nilai tukar. Sementara itu, intervensi di pasar domestic NDF juga memudahkan koordinasi dan pengendalian yang lebih baik dalam negeri. Pendekatan ganda ini memberikan BI fleksibilitas lebih besar dalam merespons dinamika pasar yang terjadi secara cepat.

Pada saat yang sama, kondisi global yang masih rentan terhadap berbagai risiko seperti ketegangan geopolitik, perubahan kebijakan moneter negara maju, dan volatilitas harga komoditas menjadi perhatian yang serius. Namun, BI tetap optimistis bahwa dengan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, kebijakan moneter yang tepat, serta koordinasi dengan pemerintah, nilai tukar rupiah akan dapat dipertahankan pada level yang sehat sepanjang tahun 2026.

Selain aspek ekonomi makro, faktor lain yang turut mendorong optimisme adalah arus modal asing yang diperkirakan tetap masuk ke Indonesia, terutama melalui instrumen investasi di pasar modal dan surat berharga negara. Kondisi ini akan memperkuat cadangan devisa serta menambah likuiditas yang menopang stabilitas nilai tukar.

Dari sisi inflasi, meski dunia menghadapi tekanan harga global, pengendalian inflasi di dalam negeri tetap menjadi fokus utama BI. Pengaturan kebijakan moneter yang adaptif dan responsif terhadap kondisi saat ini diharapkan mampu menjaga inflasi dalam batas target, sehingga tidak menimbulkan tekanan signifikan pada daya beli masyarakat maupun biaya produksi.

Dengan gambaran tersebut, proyeksi nilai tukar rupiah di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS menjadi refleksi dari kondisi ekonomi Indonesia yang cukup sehat, didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang sinergis serta langkah-langkah intervensi yang strategis. Angka ini juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia melihat ruang optimisme lebih besar dibandingkan dengan proyeksi pemerintah yang lebih konservatif.

Secara keseluruhan, komitmen Bank Indonesia untuk memperkuat intervensi di pasar keuangan adalah bagian dari strategi menjaga stabilitas ekonomi nasional menghadapi tantangan global yang belum sepenuhnya mereda. Pendekatan yang matang ini diharapkan mampu memberikan kepastian bagi pelaku ekonomi dan investor sehingga perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif dengan risiko yang terkendali.

BI dan pemerintah dipastikan akan terus berkoordinasi erat agar kebijakan yang dijalankan saling melengkapi dalam menjaga stabilitas makroekonomi, memperkuat rupiah, mengendalikan inflasi, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan strategi tersebut, Indonesia siap menghadapi berbagai tantangan eksternal sekaligus memanfaatkan peluang yang ada untuk kemajuan ekonomi nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index