JAKARTA - Pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal kini menghadirkan berbagai modus yang semakin canggih dan sulit dikenali. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap skema terbaru yang harus menjadi perhatian masyarakat agar tidak terjebak dalam kerugian.
Modus baru yang sedang marak terjadi adalah pelaku secara sengaja mengirimkan sejumlah uang ke rekening seseorang tanpa sepengetahuan mereka. Uang ini seolah-olah menjadi milik korban. Namun, sebenarnya ini adalah jebakan agar korban merasa memiliki dana tersebut.
Setelah itu, penipu menghubungi korban dan meminta agar dana tersebut dikembalikan ke rekening lain yang ternyata milik pelaku penipuan. Dengan cara ini, pelaku memanfaatkan psikologis korban yang merasa memiliki uang tersebut dan akhirnya dengan sukarela mengembalikannya ke rekening penipu.
Memahami Modus Penipuan Agar Tidak Terperangkap
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku PUJK, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menegaskan bahwa modus ini merupakan tren baru yang semakin sering ditemukan. Ia menyebutkan, “Di awal, korban tidak tahu dan dengan lugu mentransfer kembali dana itu ke rekening yang disebutkan, padahal itu adalah modus.”
Hal ini menggambarkan bagaimana pelaku memanfaatkan celah psikologis dan kurangnya kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi dana yang tiba-tiba masuk ke rekening.
Modus seperti ini mengaburkan batas antara korban dan pelaku, sehingga banyak masyarakat yang akhirnya menjadi korban penipuan meskipun tidak pernah mengajukan pinjaman sama sekali.
Pentingnya Kewaspadaan dan Perlindungan Data Pribadi
Kewaspadaan menjadi hal utama yang harus ditingkatkan oleh masyarakat. Friderica yang akrab disapa Kiki, juga mengingatkan agar masyarakat menjaga kerahasiaan data pribadi mereka seperti tanggal lahir, nama ibu kandung, alamat, dan terutama kode OTP (One Time Password).
Ia menegaskan, “Jangan pernah membagikan informasi pribadi ke media sosial maupun kepada pihak yang mengaku dari bank.” Hal ini sangat penting karena penipu sering menggunakan data tersebut untuk melancarkan aksinya.
Dengan menjaga data pribadi, masyarakat dapat meminimalisir risiko kebocoran informasi yang dapat dimanfaatkan pelaku penipuan.
Kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam Melindungi Konsumen
Tidak hanya masyarakat, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keamanan data nasabah. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan tersebut mengharuskan PUJK untuk menjaga sistem informasi, keamanan siber, dan data pribadi nasabah dengan baik dan profesional. Langkah ini bertujuan agar risiko kebocoran data bisa diminimalisir sehingga masyarakat dapat menggunakan layanan keuangan dengan aman dan nyaman.
Data Pengaduan dan Penindakan terhadap Pinjol Ilegal
Pada semester pertama tahun ini, OJK mencatat telah menerima sebanyak 8.752 laporan pengaduan dari masyarakat. Dari jumlah tersebut, 7.096 laporan berkaitan dengan praktik pinjol ilegal, sementara sisanya adalah kasus investasi ilegal.
Data ini menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap kasus penipuan berbasis digital yang semakin meresahkan masyarakat.
Dalam hal penindakan, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) telah melakukan tindakan tegas dengan menindak 1.556 entitas pinjol ilegal dan 283 entitas investasi bodong sepanjang periode Januari hingga Juni.
Sebanyak 2.422 nomor kontak yang digunakan oleh pelaku pinjol ilegal juga telah diajukan pemblokiran melalui Kementerian Komunikasi dan Digital. Langkah ini penting agar akses penipuan digital dapat diminimalisir.
Peran Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dalam Melindungi Masyarakat
Selain itu, Indonesia Anti-Scam Center (IASC) yang resmi diluncurkan pada November tahun lalu, telah menjadi pusat pelaporan penipuan digital. Hingga akhir Juni, IASC menerima sebanyak 166.258 laporan dari masyarakat.
Dari data yang dihimpun, terdapat 267.962 rekening yang diduga terlibat dalam penipuan, dan 56.986 rekening berhasil diblokir berkat kerja sama lintas lembaga.
Kerugian yang dialami masyarakat akibat berbagai modus penipuan digital ini mencapai Rp 3,4 triliun. Namun, kerja sama antara lembaga-lembaga terkait berhasil membekukan dana sebesar Rp 558,7 miliar guna mencegah kerugian lebih besar.
Imbauan OJK untuk Melindungi Masyarakat
OJK secara konsisten mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan menerima dana yang tiba-tiba masuk ke rekening pribadi tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Jika menerima dana seperti itu, masyarakat tidak disarankan langsung mengembalikan uang sesuai arahan dari pihak yang belum jelas identitasnya. Langkah yang paling bijak adalah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang agar dapat dilakukan pengecekan dan penanganan yang tepat.
Edukasi Digital sebagai Benteng Melawan Kejahatan Finansial
Penindakan pinjol ilegal menjadi prioritas bersama antara OJK dan lembaga terkait. Namun, keberhasilan utama dalam memerangi kejahatan digital ini juga sangat bergantung pada kesiapan dan kewaspadaan masyarakat.
OJK menekankan pentingnya edukasi digital dan perlindungan data pribadi sebagai benteng utama untuk melawan penipuan finansial di era serba digital ini. Masyarakat yang melek teknologi dan paham modus penipuan akan lebih mampu menghindari jebakan para penipu.
Bersama Melindungi Dana dan Keamanan Finansial
Berbagai upaya pengawasan dan penindakan terhadap pinjol ilegal terus dilakukan oleh OJK dan lembaga terkait. Namun, perlindungan terhadap masyarakat tidak akan maksimal tanpa kesadaran dan kewaspadaan dari setiap individu.
Dengan menjaga data pribadi, selalu waspada terhadap transaksi mencurigakan, dan melaporkan kejadian yang tidak biasa, masyarakat turut berperan aktif dalam menjaga keamanan finansial pribadi dan bersama.
Ke depan, edukasi dan kolaborasi antar lembaga serta masyarakat menjadi kunci utama untuk menghadapi tantangan penipuan digital yang semakin kompleks.